Hari terakhir (sebuah cerpen)



Harus ku akui aku mengenal CINTA karenamu, hampir dua belas tahun sejak kita bertemu dan namamu masih benar benar melekat di seluruh jaringan syarafku, tapi apa mau dikata suara dua anak manusia tak mungkin menentang suara  langit

                                                                              *****

Siang itu di Bu’at, nyanyian nafas di antara sela sela pepohonan mengawal cahaya langit yang jatuh satu satu menyentuh bumi rindang, taman taman hias tertawan waktu bergaris garis lumut tiada menggoda dua anak manusia yang sedang menatap hampa, berbicara hanya lewat sebuah genggaman dan kilatan cahaya mata melebur menjadi satu dalam gelombang emosi yang tertuang pelan sekali di kelopak mata.

“ama… waktu sudah berbeda” dia mengirim kata awal berbicara mendahului ku yang masih belum puas berbicara dalam alam kita berdua sendiri
“iya saya sangat menyadarinya” balasku terbata bata
“ina berubah dan saya pun berubah” sambungku yang masih menatap haru, mencari cinta lama lewat matanya, helai rambutnya. ‘cinta itu masih ada’ gumanku dalam hati.
Kembali lagi terdiam merasuki alam cinta lama kami, cinta yang di bangun di atas pondasi berbeda, dia dengan Tuhannya, aku dengan Tuhanku sendiri, namun bermekar warni menjadi tawa, kebahagiaan, tangis semuanya di lewati bersama beralas pelangi dwiwarna
“ina.. masih ingat ketika ina ulang tahun dua tahun lalu” ucapku mencoba mencari jejak kembali ke masa itu.
“ama… tolong jangan paksa saya” balasnya dengan mata yang memerah
“ketika itu kita memang lagi kere… pas ina ulang tahun” aku mulai berujar seraya melepas genggaman tanganku, ku gerakkan tanganku mencari sebatang dji sam soe menyulutnya dan berusaha memandang ke biru hampa di atas kepala.
“ama.. tunggu saya pulang kampus dan siap hadiah to??” ujarnya serta mengirim senyum tipis padaku yang merenung
Alam renungku menapaki jejak dua tahun lalu itu, betapa kalutnya diriku ketika tersadar di berulang tahun di hari itu dan kami berdua sudah kehabisan uang, sedikit panik merogoh celengan hanya berisi tujuh ratus rupiah maka yang terlintas hanya nasi goreng spesial sisa semalam plus telur setengah matang. mungkin hanya ini yang bisa ku hadiahkan untuk ulang tahunnya, setidaknya masakan berempah cinta
“iya hadiah yang gagal… hehehhe”

“nasi goreng dengan telur mata sapi yang ternyata sudah setengah busuk…. Hahahahahah” jawabku
“tapi bagiku.. itu nasi goreng terenak yang pernah kumakan” ucapnya sambil membelai hangat cinta rambut ikalku..
“ama….itu hadiah ulang tahun terindah” timpalnya lagi namun kata kata yang di ucapkan kali ini mengantar air matanya menyentuh lembar baju putihnya..

Akupun terdiam dan sedih mendalam sangat menyapa bathinku, menyesali dengan jejak yang ku awali tadi, aku tak ingin membuatnya menangis lagi, Tuhan aku hanya ingin membuatnya tersenyum, mengapa kami berbeda, mengapa kami harus terusir, mengapa hubungan kami di benci, MENGAPA???? Ya Tuhan kami hanya ingi hubungan kami di terima itu saja, teriakku dalam hati.
Ku banting dengan keras batang berasapku dan mengijaknya dalam dalam ke tanah sebagai bentuk kekesalanku pada keadaan ini, dan air mataku jatuh juga tanpa ku sadari.  akupun duduk hening kembali.
“sudahlah ama…kita memang harus berakhir”
“tak mungkin kita melawan mereka… sudah cukup pelarian kita kemarin” ujarnya dan kembali menggenggam kembali tanganku.
“akhirnya apa yang kita mulai hari ini tepat empat tahun lalu kita akhiri juga di hari ini!!!” balasku

 hari ini tiba juga
memang seperti hari lainnya
siang masih menyapa
malam pun masih di temani rembulan

tapi hari ini agak berbeda
kau dan aku bertemu di tanah Timor
tempat yang tak pernah kita ketahui
sebagai penghujung cerita ini

mulai esok hari tak ada lagi ucapan sayang
tak ada lagi masakan yang akan ku cicipi
tak ada lagi panggilan manja terdengar
dan di mulai hari ini

sebenarnya semuanya tlah terkira
belaian lembutmu akan hilang
puisi puisi cintaku akan datar
mimpi indah akan terhapus

semuanya tepat di mulai di tanggal ini
21 agustus 2006
dan di akhiri tepat di hari ini
21 agustus 2010

hari besok tak terlalu sama
ada yang berbeda
karna kita sudah berbeda sekarang

selamat jalan untukmu
tanah ini akan kubenci slamanya
karna tanah ini penuh kebencian
yang menghadirkan hari ini


“ama.. sebaiknya kita balik ke gereja” suaranya kembali berirama isak
“iya ina… hampir sore juga” jawabku
“tapi sebelumnya saya minta sekali”
“sebuah kecupan di dahi”
“besok hari yang berbeda” balasnya
“iya ina… besok sudah hari yang berbeda” jawabku lagi,
kedua lengan ku memeluk tubuhnya dengan perasaan yang sangat dalam, ku titipkan sebuah senyuman di dahinya, kecupan yang berbeda sebuah kecupan yang terakhir setelah empat tahun… setidaknya dengan kecupan ini dirinya, alam ini dan Tuhannya atau Tuhanku tau bahwa aku hanya mencintai wanita ini. Wanita yang tinggi hanya sebahu, berhelai kilau mahkota sepanjang punggung, dan bermata peri.

                                                                                  *****

untukMu sang pemilik hidup, Engkau mengerti maksudku dalam hati yang terdalam, tentang wanita ini


juni,2011

Komentar