mengejar fajar merdeka di gunung batur (artikel)



Hari ini aku merasa seperti gie lagi, kembali berkawan dengan gunung, pohon, rumput, langit dan fajar.. seperti kata gie, alam dan gunung adalah tempat dirinya untuk mencari energi untuk pemikirannya, tindakan dan tenaganya.
Gunung batur kembali menjadi tujuan kali ini, bersama sama kawan kawan GMKI (gerakan mahasiswa Kristen Indonesia) cabang Denpasar kami berencana melakukan pendakian serta melakukan upacara kemerdekaan di puncak gunung batur, serta menangkap fajar lagi seperti masa labil dahulu.
Tepat sekitar jam 20.30 (wita) kami akhirnya berangkat dari denpasar menuju kintamani yang mungkin menghabiskan waktu lebih dari dua jam menggunakan mimibus, sempat sedikit ragu dalam perjalanan kami adalah tidak ikutnya salah satu kawan yang plan awalnya di tugaskan sebagai guide pada pendakian kali ini, namun terkadang kita tak pernah tau rencana Tuhan, kebetulan saya mengajak dua orang teman cewe, lieke dan basis. Lieke ternyata pengiat petualangan juga, walau seorang wanita ternyata sudah mendaki banyak gunung baik di jawa maupun di bali, dan menjadi berkat bagi kami karna lieke terakhir mendaki gunung batur sekitar bulan februari kemarin. Dan menjadi guide, yang mungkin tidak disadarinya.
Dalam perjalanan kami terus di temani lagu lagu perjuangan, lagu cinta sampai lagu beraliran dangdut. Suasana yang sangat bersemangat di karenakan hampir semuanya para pendaki baru, dari 16 orang pendaki hanya 3 orang yang pernah merasakan pendakian seperti apa. Saya yang mendaki gunung batur terakhir 7 tahun lalu, andre kawan dari batak yang mendaki terakhir setahun lalu dan lieke yang terakhir mendaki gunung batur bulan februari kemarin.

Sekitar jam 11 lewat waktu Indonesia tengah kita tiba di daerah kintamani, udara dingin langsung menyelimuti, sambil menunggu jam 1 untuk memulai pendakian kami mengisi waktu dengan menyerubut kopi panas, moment yang sangat tepat di suasana seperti ini (dingin) ada yang diskusi ataupun ada yang hanya update status di jejaring sosial sambil menikmati semangkuk mi kuah.
Akhirnya tiba juga jam 1, secara beriringan kami memulai pendakian melewati jalanan aspal dengan lebar sekitar 1 meter dan bermodal 2 buah senter dan beberapa hape kami berusaha memecah malam, harus di akui perjalanan ini kurang persiapan, terutama dari segi perlengkapan, namun semuanya bisa diabaikan dengan  kebersamaan. Dalam awal perjalanan kami sempat berhenti sejenak untuk berdoa, memohon rahmat Tuhan untuk melindungi perjalanan kami, yang sejujurnya melewati rute berdasarkan felling mengikuti suara bersama, dan intuisi. Awalmulanya perjalanan masih melewati jalanan aspal namun sesampainya di salah satu persimpangan kita di tawarkan oleh dua pilihan, memilih salah satu rute yang dimana  kedua pilihan rute itu tidak kami kuasai. Dan kami memutuskan mengambul rute sebelah kanan, berjalan dan berjalan terus dan menuju ke atas melewati jalanan kecil yang sudah jarang di lewati orang, menyusuri perkebunan jagung milik masyarakat, sempat tersesat dua kali karna salah ngambil jalan dan akhirnya menemukan hutan pinus, dimana hutan pinus ini sebagai tanda kita akan memasuki spot pertama pendakian, setelah melewati spot pertama kami mulai merasakan kecapaian termasuk saya dan beberapa kawan, rute mulai menanjak dan berkelok kelok serta jalan yang cukup berdebu. Akhirnya kami mengambil keputusan untuk istrahat sejenak. Sambil melepas lelah karna tubuh sudah mulai berkeringat, kami sempatkan melepaskan dahaga dengan beberapa teguk air dan cigarette kami masing. Maklum di hutan, hukum rimba yang berjalan terutama masalah rokok, air boleh berbagi tapi rokok bisa berbagi tapi sedikit perhitungan (heheheh)..


Setelah melewati hutan pinus ,padang berumput dan batuan karang gunung menyambut kami, medan semakin sulit dengan kemiringan sekitar 40-50°. bebatuan cukup mampu menghabiskan energi kami dengan cepat sempat beberapa kali kami terhenti untuk rehat sejenak dan meneruskan perjalanan kami, semua masih semangat namun tubuh mulai sedikit hilang tenaga. Sambil di terangi bulan kami berlomba dengan waktu mencapai spot kedua untuk di jadikan pemberhentian kami, akhirnya dengan semangat membara karna puncak semakin dekat, kami tiba juga di spot kedua, tidak sama seperti spot satu yang kami lewati di spot ini, kami memutuskan untuk berhenti karna kabut semakin tebal dan tubuh butuh kehangatan segelas kopi. Di spot kedua ini ada sebuah warung, pemiliknya seorang ibu yang sudah paruh bayu, dengan cukup ramah menyuguhkan segelas besar kopi dengan harga 5000 rupiah, ini salah satu lokasi menikmati kopi terbaik menurut saya secara pribadi. Sambil menyayikan beberapa lagu kebangsaan kami menghabiskan waktu sekitar satu jam disini. Bila di hitung hitung perjalanan kami termasuk cepat. Dari awal pendakian sampai spot kedua kami tempuh kurang dari 2 jam. Waktu yang terbilang cepat untuk pendakian gunung batur. Di spot kedua ini pula kami bertemu dengan beberapa kelopok pendaki, diantaranya sekitar 20an orang remaja yang kemungkinan kelompok sispala (siswa pencinta alam).

Setelah merasa energi sudah kembali terkumpul kami memutuskan menuju ke puncak (pucuk). Ini medan yang tersulit dengan kemiringan di atas 50° kondisi tanah berpasir ini cukup meyulitkan. Terutama saya. Di tengah upaya pendakian, saya sempat mengalami kejang otot, kaki kiri yang pernah kecelakaan kumat lagi, kemungkinan karna kecapaian dan hawa dingin, akhirnya dengan susah payah dan di bantu oleh beberapa kawan akhirnya tiba juga di puncak. Puas juga saat tiba di puncak, dari sini pemandangan yang terlihat di waktu jam 5 kurang, hanya kabut dan puluhan pendaki, suara pekik merdeka dan harum belerang dari kawah menyambut. Namun harus di akui hawa dingin sangat kuat mencekam hanya gigi gemeretak dan loncatan loncatan kecil serta himpitan tubuh metode terbaik mengalahkan udara dingin,
Akhirnya apa yang di tunggu datang juga!!! Sunrise!!!

Sempat beberapa kali terhalang oleh pekatnya kabut akhirnya langit memerah api pelan pelan muncul, dan menyita pehatian kami, mentari dengan sangat perlahan muncul dari balik awan cakrawala, seolah tau banyak yang menantinyamenebar cahaya sempurna, dan inilah yang kita tunggu tunggu!!! waktunya untuk mengabadikan ini. Mungkin banyak orang sudah menyaksikan fajar dan mentari pagi, namun menyaksikan fajar pagi dari puncak gunung, tak semua orang bisa melakukannya. Cahaya sang surya semakin meretas membelah kabut. Serasa di puncak dunia, awan awan berkumpul di bawah kaki, dan kami berada di ketinggian melebihi awan, pemandangan danau batur pun menambah kesempurnaan fajar dari puncak gunung batur, di temani suara suara MERDEKA!!! MERDEKA!!!



Setelah puas mengabadikannya dengan jepret sini jepret sana, kami memutuskan untuk turun dan menikmati kawah gunung batur, untuk menuruni puncak jauh lebih mudah karena hawapun sudah cukup hangat dan cuaca yang cukup bersahabat, namun di kawasan kawah kabut masih cukup tebal sempat beberapa kali pandangan kami di halangi tebalnya kabut. Namun menyaksikan berkat Tuhan akan bumi, mengalahkan semuanya. dan akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke lokasi penghentian pertama di lereng gunung batur dan kembali ke denpasar

****
Inilah sedikit tulisan perjalanan kami mengejar fajar merdeka di puncak gunung batur, mungkin pengalaman ini belum seberapa dengan cerita cerita pendakian di beberapa gunung di jawa maupun Lombok, namun setidaknya kami sudah pernah sampai di puncak, dan menuju puncak tidak ada yang gampang, terkadang kita kecapaian, sehingga membutuhkan istrahat untuk mengumpulkan energi dan kembali mengejar puncak, terkadang juga ada beberapa hambatan baik besar maupun kecil, adakalanya kita jatuh namun bukan untuk berhenti, karna puncak masih di atas!!!
Bertekatlah menggapai puncak (pucuk), salam dari lereng gunung batur

denpasar, 18 agustus 2011

oleh olehku:

fajar di puncak

























































































Komentar