MERDEKA = sensualitas + perjudian



 Merdeka, merdeka, merdeka!!! teriakan seperti itulah yang sering kita dengar ketika kita memasuki pertengahan bulan agustus, yang puncaknya pada hari yang ke17, anak kecil, tua muda ramai tersenyum menyambut hari merdeka. tapi apakah kita sudah merdeka? dan apa arti merdeka, masih sebuah perenungan pancang untuk menjawab pertanyaan tersebut

 Bagi sebagian orang hari merdeka adalah momentum mengingat jasa para pahlawan serta upaya upaya mempertahankan bangsa ini dari keterpecahan tapi itu masa lalu, masa yang sudah terlewati yang seharusnya tanpa menunggu HUT kemerdekaan tetap bisa di peringati ataupun di ingat, terus bagaimana dalam konteks kesumbaan?

 Bagi saya secara pribadi HUT RI di Waingapu adalah karnaval dan THR cuma sebatas itu, karena itu yang saya lihat dimana karnaval adalah pentas marching band dan THR adalah pentas judi, sarkastik memang bila melihat cara pandang saya tapi sesungguhnya ke2 kesimpulan inilah yang paling dominan, karnaval bukan lagi sebuah media kemajemukan dalam payung bhineka tunggal ika, tapi hanya kontes dangdut para mayoret dengan perbincangan "goyangan Pa...t" yang mengurai sensualitas, mungkin sebagian orang terlalu sempit cara berpikir ini, tapi sudahlah ini pandangan saya, mungkin saja berbeda dengan pandangan orang lain, andai saja setiap sekolah berorgasme dengan tarian tarian sumba pasti akan beda ceritanya, seharusnya karnaval bisa di jadikan momentum pentas budaya di kalangan remaja, sehingga remaja sumba tidak kagok melihat budayanya sendiri,

 Trus bagaimana dengan THR, ah... bukan menjadi hal yang aneh bahwa THR adalah ruang perjudian yang di legalkan dimana secara kenegaraan kita lagi berupaya menghapus perjudian, namun kita disini bersemangatnya memberi ruang perjudian yang luas, hampir semua elemen masyarakat baik anak anak SMA maupun SMP berlomba lomba memasang taruhan di arena "bulu ayam" ini pandangan yang sangat lazim, memang ada panggung budaya, ataupun lomba volly, tapi secara dominan malam ke malam, "bulu ayam" adalah klimaks dari THR tersebut selain waktunya untuk bisa "gituan" sama pasangan, hehehehhe kok bisa? ya bisalah , THR adalah momentum dimana pasangan bisa keluar sampai malam, dan pada ujung-ujungnya ramai hamil setelah THR berakhir, tapi saya tidak akan membahas itu, karna peran keluarga lebih bermain dalam ranah itu. seharusnya THR (taman hiburan rakyat) bissa seperti THR di tempat lain, dimana bukan menjadi area yang dominannya negatif, tetapi area hiburan positif, adah komidi putar, motor gila, dan lain lainnya, hanya saja dana dan lain sebagainya selalu di jadikan alasan untuk itu.

 Dari ulasan di atas mungkin saya terliht sangat naif, tidak salah, saya secara pribadi merindukan kemerdekaan di sambut pada area budaya yang di kemas dalam kerang nasionalitas tanpa harus memasukan elemen elemen "aneh" kedalamnya, trus siapa yang salah dari keadaan yang carut marut seperti ini, jelas kita semua termasuk saya, yang membiarkan keadaan ini berlangsung terus menerus, apa bisa dirubah? jelas bisa dengan merubah cara pandang kita dalam memperingati HUT NKRI. singkat kata, kalo ada salah salah kata dalam penulisan saya minta maaf, karena ini sebuah permenungan pribadi yang bisa di jadikan sebagai bahan pertimbangan.

Biar bagaimanapun, saya bangga lahir dan menjadi bagian dari tanah negri ini
merdeka, merdeka

lembakara, 16 angustus 2013

Komentar