Edan (cerpen) #untuk seorang perawat





aku ingat ada satu masa, beberapa waktu lalu, desaku di datangi oleh seorang ibu, yang katanya seorang perawat, wajahnya menenangkan, mungkin karena dia sering tersenyum dan rajin memberikan biskuit coklat sejak awal bertemu dengannya. Pustu yang kebetulan berhadapan dengan rumahku semenjak kedatangannya akhirnya ramai kembali, kalau dulu masyarakat tak ada yang berani ke Pustu , kata ibu bapak ku banyak roh halus yang tinggal,sehingga jarang ada perawat yang bertahan disana. entah itu bualan orang tua, yang pasti bagi aku dan teman temanku, kami memiliki teman baru, wanita cantik yang sering kami panggil ibu perawat.



beberapa bulan kemudian, setiap sore bermain di Pustu sudah menjadi kebiasaan bagi saya dan beberapa kawan kawan setelah habis mengiring beberapa ekor sapi ke kandang, terkadang hanya sengaja membantu menarik air dari sumur, atau sekedar membersihkan halaman depan, berharap ada biskuit coklat sebagai imbalan. tapi yang paling menyenangkan adalah duduk di depan sebuah kotak besar yang sering kami sebut dengan tivi.


******


aku begitu istimewa di mata ibu perawat, karena aku sering di ajak untuk menemaninya tidur sekedar tempat berbagi bila ia lagi begadang mengerjakan tugas tugasnya atau menjaganya bila lagi asik menelphon tunangannya yang tinggal di kota, aku begitu mengaguminya dengan rambutnya yang ikal, dan beberapa hal tentangnya, apalagi kalau lagi merawat melayani pasien di ruang pelayanannya,



pernah seingatku pada satu pagi sekitar jam enam, aku di bangunkan oleh suara ketukan pintu yang cukup keras, dengan tergopoh gopoh ku segera bangun dang lekasmembukakan pintu



"pagi om.." aku berusaha ramah begitulah yang ibu perawat selalu ajarkan

"ada ibu..?" tanya nya

"masih tidur om" kataku sambil tersenyum karena orang tua ini ku kenal salah satutetangga di dekat rumahku.


"kasih bangun dulu... saya ada sakit"


"mau suntik"

"tapi ibu...."

"sudah bangunkan saja!" potongnya

"pagi bapa, ada perlu apa?" ibu sudah berdiri di belakangku dengan wajah masihkusut, sambil membenarkan rambutnya, dan mengusap ngusap kedua matanya..

"sayapunya kaki, bengkak ibu..."

"sayamau suntik"


"kemarin dulu kan sudah bapa" jawab ibu perawat

"iyatapi, masih sering kram ibu" balasnya

"baiksudah, bapa tunggu di ruang pelayanan"

ibu perawat menuju ke belakang, membersihkan wajah seadanya

"mella, temani ibu ..." ajaknya

"yai bu" akupun tersenyum sambil mengekor di belakangnya



memasuki ruang pelayanan, di pintunya tertera tulisan


"JAM KERJA MULAI 08.00 PAGI -04.00 SORE,TERKECUALI YANG KECELAKAAN DAN KEADAAN YANG GAWAT!!!"


ruangan sekitar empat kali empat ini di isi satu tempat tidur, dan meja kursi serta lemari penyimpanan obat, di beberapa sisinya terpasang poster tentang anjuranuntuk ibu hamil dan anjuran menggunakan JAMKESMAS.



"mella.tolong ambil penanya ibu di kamar dulu" memecahkan konsentrasiku yang lagi berusaha memahami maksud dari Poster poster tadi,

dengan cepat aku berlari, menuju kamar mengambil pena


"ini ibu"

"makasih...."jawabnya ramah

"o iya bapa.. saya kasih obat minum saja, kurang bagus kalau suntik terus"
"bapa duduk dulu" ketika melihat bapa tadi hanya berdiri di samping tempat tidur

"lama kalau minum obat"

"coba saja dulu"

"suntik saja ibu.. nanti saya bayar"

"bukan masalah bayar bapa, bapa kan sudah ada jamkesmas"

"kalau perawat yang dulu, kita bayar 20 ribu ibu"

"sudahlah bapa... kasian bapa juga mendingan uangnya dibeli beras atau sayur buat orang di rumah" sambil mengambil beberapa lembaran lima ribuan yang tadi di keluarkan bapa tadi, dan memberikannya kembali

"kemarin juga suntiknya gratiskan"

"baik sudah ibu, saya minum obat saja...." balas bapa itu sambil tersenyum

dengan lugas ibu membuka lemari obat dan mengambil beberapa serta menulis dalam satu kertas dan memberikan bapa tadi

"trimakasih ibu..."

"sama sama bapa"
"o iya nanti sore, saya suruh anak saya datang kesini, kebetulan ada ayam yang sudah besar di rumah"
"biar sudah bapa"
"tidak apa apa ibu" jawabnya sambil berlalu dan pulang

malam itu pun, kami makan ayam bakar dengan beberapa teman sebayaku sambil menonton sinetron, "Lumayan, biar ada cerita untuk kawan kawanku besok dikelas" gumanku dalam hati




******

sudah beberapa hari, aku tidak sempat main ke pustu karena lagi sibuk dengan ulanganku, ini hari terakhir aku ulangan, memang sempat ku lihat di pustu begitu ramai, ketika ku tanyakan pada pamanku katanya masyarakat ada datang ambil kartu sehat untuk masyarakat miskin, ku langkahkan saja kakiku semakin cepat, semoga cepat sampai di pustu, lagian aku pengen makan biskuit coklat yang sering di berikan ibu perawat.


"wah ternyata masih ramai" gumanku dalam hati, akupun membelokan arahku menuju rumah

"mella...mella..." teriakan ibu perawat memanggilku, ku segera berlari menuju
"bagaimana ibu?" tanya ku

"bapak mu ada dirumah?"

"ada ibu..."

"tolong panggil kesini dulu... ibu ada perlu"
tiba tiba seseorang yang sudah cukup berumur dan beruban menghardik ibu perawat

"sudah jangan kau perpanjang lagi... tidak perlu panggil bapa RT!!!"

beberapa orang laki laki yang berbadan cukup lumayan berdiri mengelilingi ibu perawat, dari wajah dan aromanya kelihatan mereka ini lagi mabuk

"ibu jangan berlebihan" salah sorang dari mereka pun ikut menimpali
" ini mantan bapak desa.. "
"iya... tapi semua orang harus antri dong"

"kaupikir, urusannya saya cuma disini!!" jawab mantan kepala desa
"sekarang kau cari namanya saya, saya mau ambil jamkesmas" sambungnya
"bapa, saya sudah bilang daritadi, namanya bapa tidak ada" ibu perawat berusaha menenangkan bapa desa


"kau pasti tipu, yang lain ada masa saya tidak ada!!!"

"silahkan bapa cari sendiri, kalau tidak percaya"

"woy,kau siapa? berani sekali kau perintah perintah," salah seorang yang brewokan yang sedari tadi berdiri di belakang meneriaki ibu perawat

"om, yang sopan kalau ngomong"
"kau yang tidak sopan" si brewok mendekati ibu perawat

"hei ibu, kau itu orang luar jangan macam macam disini" sambung si brewok lagi

"sudah sudah.... sekarang begini saja dulu,, saya layani dulu pasien dan beberapa orang yang sudah duluan, nanti beberapa jam lagi bapa kesini" dia berusaha tersenyum ramah walau semua orang yang ada disitu tau, kalau bapa mantan desa dan sekawanannya sudah sangat keterluan,


"mella, tolong panggil bapakmu sekarang"

akupun berlari kerumah dan mengajak ayah ku yang lagi memberi minum beberapa ekor sapi milikku,

tergesa tergesa ayahku langsung menuju pustu, setelah kuceritakan secara singkat ,sesampai di pustu ayahku menarik ibu perawat, dan berbisik bisik

"tidak bisa bapa, namanya bapa mantan tidak ada.. lagian dia orang berada, kartu itu untuk masyarkat miskin"

"begini ibu, sayakan pernah cerita, perawat yang dulupun akhirnya pindah karena bertengkar dengan bapak mantan desa,, banyak keluarganya di kota yang jadi pejabat!!" ayahku berusaha menenangkan ibu perawat yang kelihatannya mulai meradang


"woy,, kalian berdua bisik bisik apa disitu" panggil bapan mantan

"kau bapa RT, kau jelaskan sama dia, saya siapa, dan keluarganya saya siapa,,,kepala puskesmas saja takut sama saya, dia yang anak kemarin sore, maubertingkah!!"

entah siapa yang di hubungi oleh ibu perawat, namun yang pasti dari wajahnya sangat kelihatan kalau dia sangat marah, sementara beberapa masyarakat pun satu demi satu pergi meninggalkan pustu tanpa bisa berbuat apa apa,

yang tersisa saya, ayahku dan ibu perawat, serta bapak mantan desa, dan 5 orang lain yang menemani bapak mantan desa,
"kalian pergi beli minum tambah" bapa mantan desa pun mengeluarkan beberapa lebar uang sepuluh ribu dan menyerahkan kepada si brewok

berusaha dengan tenang ibu perawat menarik kursi dan mendekat bapa mantan desa,
"bapa, nama itu dari BPS yang buat, bukan saya" sambil memegangi pundak bapa mantan desa

"ibu kan bisa atur" jawabnya

"bapak bisa pakai SKTM saja"

"tidak!!" suaranya kembali meninggi

"kalau ibu, memang tidak kasih itu kartu, jangan salahkan saya"

"ya sudah terserah bapa saja"

"sekarang bapa silahkan pulang, saya mau istrahat dulu"
"istrahat apa, lakunya juga sama ojek saja sok!!!" jawab bapa mantan desa dengan sombong

"oke, saya pulang, tapi kau lihat saja nanti" sambungnya lagi , dan mengajak beberapa orang yang bersamanya untuk pergi juga,



akupun yang sedari tadi hanya mematung, tetap mematung memandangi ibu perawat yang sudah menyeka matanya dikarenakan gelembung cair yang meluncur seketika dari wajah cantiknya dan membasahi lantai ubin pijakannya



"ibu,seharusnya lebih tenang" ayah memulai pembicaraan lagi

"dengan mendahulukan mereka?"

"seharusnya begitu"


"tapi om?"


"ibu coba lihat saja sekeliling"

"kenapa memangnya om?"

"tidak semua hal yang benar menurut ibu, benar menurut kami di desa"

"di desa kami memiki aturannya sendiri, ibu terlalu baik"

"bagi saya semua orang itu sama om, entah pejabat atau masyarakat kecil"

"memang seharusnya seperti itu, tapi norma yang berlaku disini bukan cuma satu duatahun bu"

"dari nenek moyang kami, ada yang memang posisinya di atas, ada yang di bawah, mereka memiliki perannya masing masing"

"misalnya begini, kalau ada yang sakit parah, tiba tiba datang yang lebih di atas, apa saya harus mendahulukan mereka? yang katanya om orang yang lebih diatas..." ibu perawat berusaha menyanggah

"iyaibu!!"

sambil menelan ludahnya ibu memandang ke ayahku

"bagi ibu, mungkin ini cara yang salah, di jaman seperti ini bagi kami begitulah caraterbaik "


"untuk mempertahankan diri dan keutuhan kami sebagi pemilik tanah ini"


"tapi om"

"bisa saja ibu bilang kami ketinggalan jaman, silahkan itu kebebasan ibu,, tapi bagi saya dan masyarkat disini, anak anak kami sudah termakan oleh jaman yang edan ini"

"menurut saya, ibu mengikuti saja tatanan disini, dan ibu pasti menjadi bagian dari desa ini"


"kalau tidak ibu pasti tersingkir"


"itu resiko dari pengabdian om, semua masyarkat sama hak dan kewajibanya, begitu juga untuk mendapat pelayanan kesehatan"

"hahahhahahah, ibu terlalu berlebihan"

"maksud om?"


"ibu pasti akan paham maksudnya saya, mungkin banyak orang berpikir kami tak memilik Televisi karna kami tak punya uang, dan orang miskin"

ibu perawatpun mengangguk perlahan

"hahahhaha...ibu salah!"

"kalau hanya telivisi, bisa saja kami beli dengan menjual hanya seekor sapi, yang harganya sudah melebihi harga televisi"

ibu perawat pun tertunduk, dan terdiam begitu lama sambil memainkan jarinya.

"maaf om" ibu perawat memandang sekeliling


"iya tidak apa apa, ibu ini masih muda jadi mungkin masih banyak pengalaman"

"o iya ibu,, kayaknya saya sudah terlalu banyak ngomong,, saya harus gembala lagi, biar mella disini dulu, saya pengen dia sama kaya ibu, jadi seorang perawat juga" sambil tersenyum dan menghilang di balik jalan raya





*******


setelah kejadian itu pustu perlahan lahan sepi, dan akhirnya tak berpenghuni , katanya ibu perawat sudah di pindahkan ke luar pulau yang sepengetahuanku transportasi kesana agak sulit, dengar dengar itu karena ulah bapak mantan desa yang saudaranya pejabat di kota, Pustu akhirnya jadi tempat tinggal roh roh halus lagi.




*Pustu :puskesmas pembantu

*BPS :badan pusat statistik

WAINGAPU 15 September 2013

Komentar