Gerakan Pemuda Sumba (GPS)



Orang lanjut usia yang berorientasi pada kesempatan adalah orang muda yang tidak pernah menua ; tetapi pemuda yang berorientasi pada keamanan, telah menua sejak muda. (Mario Teguh)

12 tahun di bali merupakan sebuah pergumulan hidup yang hebat bersentuhan dengan berbagai pengalaman, karakter ataupun komunitas ataupun organisasi, baik dari KMK (keluarga mahasiswa khatolik), hingga PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) adapun  IKASOMA (Ikatan Solidaritas mahasiswa Sumba) yang berbasis kedaerhan, ada juga KDMK (kelompok doa mahasiswa katolik) yang lebih konsen kegiatan sosial dan beberapa organisasi lainnya. Akhirnya membentuk hubungan emosional yang luar biasa dengan sebuah “organisasi/komunitas”.


Namun setelah perjalanan yang begitu panjang di bali, saya akhirnya memilih kembali ke tanah kelahiran Sumba. Dimana ruang komunitas/organisasi tidak sebebas ataupun sebanyak di bali, akhirnya memotivasi saya secara pribadi untuk membangun sebuah komunitas anak muda yang bergenre “aktivis” sesuai bentukan pribadi saya, keinginan itu akhirnya mengantar saya bertemu dengan beberapa orang seperti Abner liwar (ketua GMNI Waingapu) YDT (Stimulant Institute) Ignas (SekCAb GMNI Waingapu) dan Engel salah satu eksponen GMNI juga dan beberapa orang lainnya, dari diskusi yang intens akhirnya kami bersepakat membangun sebuah organisasi yang dapat memnjadi payung besar bagi gerakan anak muda disumba. Terkait buruknya kinerja pemerintahan di sumba.

Sambil menunggu proses memassivkan organ baru tersebut, saya berkenalan dengan Vani kadiwanu di sosmed, wanita sumba yang sempat bergabung dalam program Indonesia mengajar ini memiliki ide besar tentang pendidikan di sumba, dimana dimulai dengan membangun taman baca, setelah kopdar dengannya akhirnya saya yakin bahwa wanita yang satu ini dimasa depan akan member “sesuatu” untuk sumba. Dan saya mengamini taman baca dan menawarkan ide organisasi untuk menaungi taman baca tersebut. Selain vani, saya pun di hubungi oleh Yonathan Hani yang biasa di sapa yon, salah satu kenalan ketika sama sama memperjuangkan gerakan penolakan tambang di sumba tahun 2010 lalu, dari komunikasi yang di bangun pun saya mengambil kesimpulan bahwa yon sangat mendukung dan mencitacitakan hal yang sama, sebuah gerakan moral anak muda di sumba.

Dari perjumpaan di sosmed dan dunia nyata yang cukup intens, kami akhirnya duduk satu lingkaran tepatnya di taman kota setelah beberapa pertemuan sebelumnya, bersepakat tepat tanggal 22 desember 2012 sebuah komunitas yang bernama GPS (Gerakan Pemuda Sumba) didirikan  dan taman baca yang bernama Namu Angu (bhsa ind. Peduli teman) sebagai kegiatan unggulan. Setelah pertemuan itu beberapa orang akhirnya bergabung, diantara mereka sebelumnya telah sama sama dengan vani untuk terlibat didalamnya. Beberapa teman yang bergabung, Melati,Ina renda, betriks mbete,ela, nitha dali, pati, alfons, misye kale, engel, eni renggo, iyan.



Dalam proses perjalananya, atas kesepakatan kawan kawan di GPS maka saya di tunjuk untuk menjadi Koordinator GPS, beberapa hari sebelum penunjukan Vani telah berangkat ke Jakarta dan disusul oleh melati, selain itu ina renda pindah ke lewa karena menjadi dosen, tak berapa lama ella pun harus pindah ke waikabubak, saya ahirnya mendapat penempatan didesa, taman baca masih berusaha berjalan normal dalam empat bulan, namun semenjak kembalinya nitha dali ke Alor taman baca serasa mulai timpang dan akhirnya memasuki masa prematur namun diluar taman baca beberapa anggota GPS tetap saling kontak dan saling bertemu.

Memasuki akhir tahun 2013, vani akhirnya kembali ke Sumba tepatnya bulan desember, seperti kembali dari kevakuman, ide membangun GPS kembali mulai terang, momentumnya pada bulan januari, tersisa beberapa klekuatan saja, abner, yon, ignas, vani, lius dan saya sendiri serta di tambah beberapa wajah baru seperti ame dan yanto, kami akhirnya bersepakat untuk keluar dari ekslusifnya GPS, maka bersepakat untuk membuat event bulanan berupa malam seni, sepekan sebelum even seni diadakan kami dipertemukan dengan Mega yang merupakan ketua sispala Sma 1 yang respect dengan ide kami dan mengajak beberapa teman lagi untuk bergabung, diantaranya nadia, nia, netri, ela, santi, axl,putri dan ing, selain itu ada juga Thelma yang hampir sebulan sebelumnya berkenalan dengan saya karena kemampuannya di bidang fiksi.  Ada juga leni resiona dan eko serta beberapa lagi seperti Edmond dan Ren.

Pada hari pertunjukan dengan modal seadanya hasil penjualan pangan lokal, kami berusaha tampil maksimal ,dimana sebuah malam yang berbahagia menutup semua kekurangan yang ada. Teman teman yang masih masuk dalam golongan remaja ini, begitu gembira bisa terlibat dalam acara ini dan janji akan mengajak teman teman lainnya untuk beberapa program lainnya dari GPS, khususnya program Soemba Club dimana kita belajar kembali bahasa sumba, sehingga bahasa yang merupakan produk budaya secara langsung tidak punah oleh berkembangnya penggunaan bahasa inggris dan bahasa Indonesia.



Dari proses ini akhirnya saya percaya perjalanan organisasi/komunitas ibaratnya manusia ada naik turunnya untuk mencapai puncak. Dan saya pun meyakini bahwa anak anak sumba akan menemukan bentuk kesumbaannya dalam GPS.

Proviciat untuk GPS (Gerakan Pemuda Sumba).
Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: 'dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan'. Tanpa itu semua maka kita tidak lebih dari benda. Berbahagialah orang yang masih mempunyai rasa cinta, yang belum sampai kehilangan benda yang paling bernilai itu. Kalau kita telah kehilangan itu maka absurdlah hidup kita (soe hok gie)

Komentar

Posting Komentar