Solusi rawan pangan di Sumba Timur

Setelah melihat realita yang terjadi beberapa bulan lalu, ketika agresi belalang ke wilayah kota, ini tamparan keras bagi semua elemen, bahwa kita tidak berhasil mengatasi hama belalang, yang sudah berlangsung hampir setahun, saya tidak akan bicara belalang, tetapi kekhawatiran yang muncul akibat hama belalang seperti dugaan banyak pihak bahwa rawan pangan akan melanda Sumba Timur, apalagi melihat ada beberapa wilayah yang gagal tanam karena curah hujan yang tidak menentu. Tetapi saya percaya orang Sumba khususnya Sumba Timur selalu berhasil mengatasi itu khususnya di luar kota walau dengan susah payah.

Beberapa tahun lalu, kita sempat dilanda rawan pangan hebat yang melanda semua kecamatan termasuk kecamatan kota, sebelum itu tahun-tahun sebelumnya juga terjadi hal yang sama, terus bagaimana penanganannya, karena berbicara rawan pangan tidak hanya sebatas tentang urusan perut tetapi membias hinga urusan sosial dan politik.

Selama ini rawan pangan selalu ditanggapi dengan program atau upaya-upaya kuratif, namun tidak pernah ada prefentif, padahal keadaan ini bisa diprediksi, contoh kongkrit hujan bisa diprediksi, hamapun bisa di prediksi bila melihat gejala alam, namun kenapa slalu saja terjadi, ibarat siklus!

Melihat kenyataan hari ini, perlu ada penanganan cepat sebelum terjadi rawan pangan yang hebat, ada beberapa cara yang menurut saya bisa dijadikan solusi cepat, karena menurut saya, rawan pangan yang terlalu sering, bisa merusak generasi selanjutnya, dan solusi pertama menurut saya adalah penganekaragaman pangan.

Hal yang klise bila kita berbicara penganekaragaman pangan, karena selama ini, itu yang dijadikan kampanye, namun pada kenyataanya ini hanya sebatas kampanye, penganekaragaman pangan seharusnya benar-benar dilakukan, komsumsi umbi-umbian dan kacang-kacangan harus jauh dari sebatas ucapan! Selain untuk menurunkan angka komsumsi beras dan pangan non beras bisa dijadikan sebagai sumber ketika beras habis!

Selain penganekaragaman pangan, perlu ada namanya perlindungan terhadap lahan-lahan produktif, dan ini hanya bisa dilakukan oleh pemerintah baik dari tingkat dua hingga ke desa, karena fungsi lahan-lahan produktif untuk ditanami sumber pangan, bukannya diinvestasikan dan dijadikan lahan tanam untuk tanaman non pangan! Selain itu pemerintah harus berani mengambil sikap untuk pemamfaatan lahan-lahan non produktif, atau lahan-lahan bekas pengembalaan, harus “dipaksa” untuk menanam tanaman pangan lokal yang sudah teruji daya tahannya.

Dalam kasus rawan pangan yang paling terasa dampaknya di desa, dikarenakan varian ekonomi di desa sangat terbatas dan diperparah dengan kompleksnya urusan ekologi-sosial didesa, maka solusinya adalah kembali melakukan penguatan kapasitas lokal desa, yang berbasis pengetahuan lokal desa terkait rawan pangan, karena saat ini nilai-nilai baru telah menggerus habis nilai-nilai ketahanan pangan, sosial ekologis yang sebenarnya sudah berada dalam endapan pengetahuan masyarakat Sumba secara holistik.

Yang terakhir, mungkin ini skala menengah atau panjang namun harus dimulai dari sekarang langkah awalnya, pemerintah seharusnya mulai bekerja dengan instansi pendidikan, kita sudah memiliki Unkriswina, yang merupakan satu-satunya Universitas, tujuannya untuk meramu bagaimana formula yang tempat untuk peningkatan produksi pangan di Sumba Timur, tentunya bukan pangan beras saja, tetapi pangan non beras pun harus ditingkatkan produksinya. Singkat kata, mungkin ini sebuah tawaran bagi semua elemen yang ditampar atas kejadian hari ini, kita diserang belalang, karena kalah dan salah antisipasi, andaikata ulasan singkat ini dianggap kritik, silahkan saja, bagi saya ini tawaran yang harus dicermati bersama.

Salam.

Komentar