Sekitar seminggu lalu kita sedikit dikejutkan dengan gambar siluet gunung Meja (Sumba Timur) di hiasi Tulisan Sandelwood, yang di upload salah satu akun di group Waingapu Fans Club (WFC). Gambar itu langsung saja memantik pro-kontra , hampir sebagian besar mereka yang pro adalah mereka yang menginginkan adanya lokasi pariwisata baru dan yang kontra lebih berpendapat bahwa masih banyak yang harus di utamakan di Sumba Timur apalagi isu sarana prasarana dan kekeringan masih menjadi perhatian utama.
Bila berbicara kekeringan, itu bukan hal yang baru bagi Sumba Timur yang curah hujannya tiap tahun rata-rata hanya dua bulan saja. semenjak april Bupati Sumba Timur pun telah menyatakan bahwa Sumba Timur telah mengalami bencana kekeringan dan stok beras pun telah habis. Tidak beda jauh dengan sarana prasarana, pola pemukiman penduduk di Sumba Timur yang tidak tersentral dan penyebaran secara acak sungguh menguras biaya pembangunan sarana prasarana pendukung, khususnya jalan raya, itu bisa di buktikan dengan melewati jalur selatan Sumba Timur, kita bisa menyaksikan realita bagaimana jalan raya menjadi musuh utama alat transportasi (Baca : Bis, truk, motor).
Tentang pariwisata di Sumba Timur, ibaratnya permen manis yang menjadi buruan semua orang, hampir semua lokasi wisata telah diserang oleh antek-antek penjajah baru, yang menguasai hampir sebagian besar wilayah pesisir Sumba Timur dan penduduk asli terjepit dan mundur karena tidak memiliki ide dan modal yang cukup, andaikata kecipratan bisa jadi hanya sebatas menjadi pedagang kaki lima yang untungnya belum tentu besar. Londa Lima bisa jadi contoh menarik, lokasi wisata yang sangat terkenal dari jaman opa oma masih muda, sampai saat ini tidak berhasil menciptakan lingkungan binaan yang memberi dampak ekonomi bagi masyarakat di sekitar lokasi wisata. Walakiri yang pantainya di peluk oleh pasir putih dan pohon bakau yang menari, akhirnya hanya mampu menjual kelapa muda, singkat kata ada yang salah dalam menata manajemen lokasi wisata di Sumba Timur.
Pada Intinya Pembangunan tulisan Sandelwood di Gunung meja menurut saya hanya sebatas candaan semata, apalagi dilihat dari jumlah anggaran yang diprediksi untuk membangun lokasi selfie baru setelah bosan dengan Lai Uhuk (Wairinding) ataupun Bukit Persaudaraan ( Mauhau). Anggaran yang dibutuhkan menurut Abba Ali (Anggota DPRD) dan Harun Marambadjawa (ASN) yang berkisar puluhan sampai ratusan milyar sungguh cerita humor yang tidak lucu, karena untuk membangun salah satu objek baru anggarannya melebihi PAD Sumba Timur yang berada di bawah 100 Milyar (kalau disebutkan angkannya kekecilan).
Sederhananya entah rencana pembangunan ini sudah dilakukan semenjak beberapa tahun lalu, sebaiknya dipertimbangkan lagi, karena perlu analisis sosial ekonomi yang tepat, jangan hanya sebatas pencitraan dan guyonan semata, jangan sampai akhirnya spot baru ini hanya akan ditingali oleh hantu atau sebatas lokasi baru untuk memadu kasih dan transaksi seksual baru seperti lokasi-lokasi lainnya.
Selamat bermimpi dan bercanda.
Ko sy lambat info ya bos, tp kelihatannya bagus juga tu bos, sangat inspiratip tu, keren, soal ongkos sy kira tidak besar2 amat ko, penempatan setiap huruf jg jgn berdekatan supaya bisa terbaca dari kejauhan dan tidak okus di 1 lokasi sehingga tidak hrs mjd sebuah taman yang ada unek2 lainnya lagi, utk lampu tulisan bisa menggunakan panel surya + lampu led untuk setiap hurufnya... hanya pikiran saya saja kali yaaa
BalasHapus