Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) Sumba Timur memang masih lama, bila dihitung jam dan menitnya,
namun bagi para pecinta jagad persilatan perpolitikan di Sumba Timur, menunggu
adalah waktu yang paling menggemaskan. Sesekali saya menyarankan pecinta untuk lebih menyiapkan diri ketika bangun
pagi, tak usah lah buru-buru buka Hanphone dan mencari Waingapu Fans Club dan
Sumba News untuk mengetahui perkembangan terbaru dari jagad politik Sumba Timur.
Sebaiknya bangun
pagi, menuju pasar Inpres Matawai, menikmati perjalanan, sesampai di pasar,
cobalah melihat-lihat jenis sayur apa yang enak disantap hari ini, setelah tau
apa yang akan di beli dan segera membayarnya, penjualnya akan membalas dengan
senyuman seraya berkata.
“Kaka, Kaka su
tau ko, sa baca di WFC semalam, Amoy mo ajukan diri lewat jalur indipenden, ”
Dan akhirnya
anda hanya memaki-maki diri sendiri dalam hati, andaikata anda yang membuka
informasi nan maha penting tersebut, tentunya anda yang akan membicarakan
informasi ini dengan segala teori teori politik ala Planet Mars, sehingga
membingungkan si penjual. Lalu penjual meneruskan.
“Kaka, para
pendukung Amoy su buat kelompok relawan, dong pu nama, Gerakan Amoy Sesumba dan
Relawan Amoy, disingkat GAS ko REM!”
Saya meyakini
para pencinta jaga perpolitikan tentunya
akan dengan gegap gempita, pulang ke rumah, memasukan password wifi, dan
melihat informasi maha penting tersebut, walau akhirnya harus dimarahi istri
karena sayurnya ketinggalan di pasar. Ooopppss.
Kembali ke topik
utama Pilkada Sumba Timur, apalagi judulnya menuju kotak kosong cukup menganggu
para netizen, bagaimana analisanya, karena kalau terlalu berlama-lama dengan
Amoy, saya khawatir, saya akan terjebak seperti para netizen lainnya yang
memposisikan diri sebagai Penghujat maupun Pahlawan padahal ujung-ujungnya
hanya untuk kesenangan semata. (kaka
cepat su, bahas su itu kotak kosong, be su son tahan ni mo tau.)
Golkar VS Nasdem
Golkar VS Nasdem
Berbicara
kekuatan politik Sumba Timur, terlepas penilaian saya terasa sangat subyektif, tetapi
saya cukup pede mengatakan dikuasai
dua kekuatan yakni kekuatan Golkar selaku pemenang kursi terbanyak (8 Kursi) dan
memiliki kekuatan pemilih militan, selain itu berhasil melewati badai besar
tentunya menjadi kredit poin tersendiri. Kekuatan kedua tentunya Nasdem, walau
bertahan dengan memiliki 4 Kursi pada pileg kemarin, namun simbol kekuatan
dalam diri Yon Hani tentunya menjadi daya tarik yang menjanjikan diperkuat
dengan marketing politic yang
menciptakan branding tokoh muda dan bersih. Sosok Simbol kedua
adalah Matius Kitu dengan pendekatan branding yang tak jauh berbeda dengan Yon
Hani.
Tiada bermaksud
menepikan partai partai yang lain, namun ini kenyataan yang dilihat terutama
dalam perbincangan dua bulan belakangan pasca pileg. Beberapa kali survey di
sosial media walau tidak kuat secara keilmuan, namun cukup menyita perhatian. Tokoh-tokoh
dari partai (Golkar dan Nasdem) ini cukup unggul jauh, dengan Mewakilkan nama
Umbu Lili Pekuwali dan Yonathan Hani.
Berangkat dari
fakta sederhana inilah, maka pertarungan antara kubu Golkar dan Nasdem adalah
pertarungan yang paling ditunggu di 2020, oleh banyak pihak, karena alasan seru
semata dan paling menarik di pasaran judi, ibarat Real Madrid dan Barca. Ooppsss.
Golkar dan Nasdem
Tidak Ada Kawan dan Lawan Abadi, yang Ada Hanya
Kepentingan. Ungkapan sederhana namun
menjadi gambaran umum tentang apa dan bagaimana politik, bila berkaca dari
ungkapan tersebut apakah Golkar dan Nasdem bisa berteman di Pilkada 2020?
Bila sedikit melihat ke belakang, ditahun 2018
ketika terjadi Pilkada Serentak di beberapa propinsi termasuk NTT, Golkar dan
Nasdem cukup banyak membangun koalisi, dari koalisi-koalisi yang dibangun,
kedua partai ini memenangi empat kontestasi politik tersebut. Daerah tersebut Sumatera
Utara, Kalimantan Barat, Jawa Timur dan NTT.
Hasil pilpres juga, Golkar dan Nasdem telah membangun Koalisi nasional, ini tentunya akan berpengaruh ke bawah, singkat kata Nasional dan Provinsi telah terjalin, pendapat pribadi saya, di kabupaten peluang tersebut cukup terbuka.
Apabila ini terjadi, tentunya sebuah pertarungan yang sangat sexy, dua kekuatan politik saling berpelukan di Pesta Demokrasi, apalagi bila melihat mesranya hubungan Golkar dan Nasdem di Provinsi. Terlepas desas-desus dinamika pak GBY di Golkar menjadi bumbu-bumbu politik diantara kedua partai ini, saya meyakini keadaan itu tak punya pengaruh yang cukup besar.
Bila koalisi ini terjadi siapakah penantangnya? Pertanyaan yang cukup menarik untuk dijawab, namun saya tidak akan menjawabnya, saya memilih menceritakan obrolan saya dengan salah satu kader partai yang lagi menanjak di Sumba Timur, pertanyaan saya sederhana, bagaimana peluang kalau akhirnya ULP berpasangan dengan Yon Hani atau ULP berpasangan dengan Matius Kitu, dengan santai dia menjawab “Ya sudah, mendingan lawan kotak kosong, toh tir ada guna juga.”
Tentunya melawan kotak kosong bukan hal yang tak memiliki kemungkinan, di TTU (Timor Tengah Utara) telah terjadi dimana Ray Fernades berhasil mengalahkan kotak kosong, dikarenakan berbagai hal tentunya namun realita itu terjadi karena berbagai alasan salah satunya, Ray Fernandes merupakan muara kekuatan politik di kabupaten yang beribukota Kefamenanu tersebut.
Apakah akan terjadi di Sumba Timur, biarlah para netizen yang maha benar dengan dalildalinya menentukan, apakah peluang melawan kota kosong bisa terjadi atau tidak.
Dari ulasan singkat diatas tentunya kita sudah bisa menebak peluang Amoy dalam pilkada 2020, sudah bisa dipastikan tertutup, terlepas sudah memiliki jaringan relawan GaS ko REM! Jadi para pendukung Amoy perlu membangun kampanye yang lebih gencar lagi di sosial media. Semangat Amoy, mari minum teh di pojok.
Kupang. Awal Juli 2019
Hasil pilpres juga, Golkar dan Nasdem telah membangun Koalisi nasional, ini tentunya akan berpengaruh ke bawah, singkat kata Nasional dan Provinsi telah terjalin, pendapat pribadi saya, di kabupaten peluang tersebut cukup terbuka.
Apabila ini terjadi, tentunya sebuah pertarungan yang sangat sexy, dua kekuatan politik saling berpelukan di Pesta Demokrasi, apalagi bila melihat mesranya hubungan Golkar dan Nasdem di Provinsi. Terlepas desas-desus dinamika pak GBY di Golkar menjadi bumbu-bumbu politik diantara kedua partai ini, saya meyakini keadaan itu tak punya pengaruh yang cukup besar.
Bila koalisi ini terjadi siapakah penantangnya? Pertanyaan yang cukup menarik untuk dijawab, namun saya tidak akan menjawabnya, saya memilih menceritakan obrolan saya dengan salah satu kader partai yang lagi menanjak di Sumba Timur, pertanyaan saya sederhana, bagaimana peluang kalau akhirnya ULP berpasangan dengan Yon Hani atau ULP berpasangan dengan Matius Kitu, dengan santai dia menjawab “Ya sudah, mendingan lawan kotak kosong, toh tir ada guna juga.”
Tentunya melawan kotak kosong bukan hal yang tak memiliki kemungkinan, di TTU (Timor Tengah Utara) telah terjadi dimana Ray Fernades berhasil mengalahkan kotak kosong, dikarenakan berbagai hal tentunya namun realita itu terjadi karena berbagai alasan salah satunya, Ray Fernandes merupakan muara kekuatan politik di kabupaten yang beribukota Kefamenanu tersebut.
Apakah akan terjadi di Sumba Timur, biarlah para netizen yang maha benar dengan dalildalinya menentukan, apakah peluang melawan kota kosong bisa terjadi atau tidak.
Dari ulasan singkat diatas tentunya kita sudah bisa menebak peluang Amoy dalam pilkada 2020, sudah bisa dipastikan tertutup, terlepas sudah memiliki jaringan relawan GaS ko REM! Jadi para pendukung Amoy perlu membangun kampanye yang lebih gencar lagi di sosial media. Semangat Amoy, mari minum teh di pojok.
Kupang. Awal Juli 2019
Gasssss
BalasHapusKe apa saja
BalasHapus