Amoy dalam Pusaran Pilkada Sumtim 2020, Menuju Vs Kotak Kosong




Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sumba Timur memang masih lama, bila dihitung jam dan menitnya, namun bagi para pecinta jagad persilatan perpolitikan di Sumba Timur, menunggu adalah waktu yang paling menggemaskan. Sesekali saya menyarankan pecinta  untuk lebih menyiapkan diri ketika bangun pagi, tak usah lah buru-buru buka Hanphone dan mencari Waingapu Fans Club dan Sumba News untuk mengetahui perkembangan terbaru dari jagad politik Sumba Timur.

Sebaiknya bangun pagi, menuju pasar Inpres Matawai, menikmati perjalanan, sesampai di pasar, cobalah melihat-lihat jenis sayur apa yang enak disantap hari ini, setelah tau apa yang akan di beli dan segera membayarnya, penjualnya akan membalas dengan senyuman seraya berkata.

“Kaka, Kaka su tau ko, sa baca di WFC semalam, Amoy mo ajukan diri lewat jalur indipenden, ”

Dan akhirnya anda hanya memaki-maki diri sendiri dalam hati, andaikata anda yang membuka informasi nan maha penting tersebut, tentunya anda yang akan membicarakan informasi ini dengan segala teori teori politik ala Planet Mars, sehingga membingungkan si penjual. Lalu penjual meneruskan.

“Kaka, para pendukung Amoy su buat kelompok relawan, dong pu nama, Gerakan Amoy Sesumba dan Relawan Amoy, disingkat GAS ko REM!”

Saya meyakini para pencinta jaga perpolitikan tentunya  akan dengan gegap gempita, pulang ke rumah, memasukan password wifi, dan melihat informasi maha penting tersebut, walau akhirnya harus dimarahi istri karena sayurnya ketinggalan di pasar. Ooopppss.

Kembali ke topik utama Pilkada Sumba Timur, apalagi judulnya menuju kotak kosong cukup menganggu para netizen, bagaimana analisanya, karena kalau terlalu berlama-lama dengan Amoy, saya khawatir, saya akan terjebak seperti para netizen lainnya yang memposisikan diri sebagai Penghujat maupun Pahlawan padahal ujung-ujungnya hanya untuk kesenangan semata. (kaka cepat su, bahas su itu kotak kosong, be su son tahan ni mo tau.)

Golkar VS Nasdem

Berbicara kekuatan politik Sumba Timur, terlepas penilaian saya terasa sangat subyektif, tetapi saya cukup pede mengatakan dikuasai dua kekuatan yakni kekuatan Golkar selaku pemenang kursi terbanyak (8 Kursi) dan memiliki kekuatan pemilih militan, selain itu berhasil melewati badai besar tentunya menjadi kredit poin tersendiri. Kekuatan kedua tentunya Nasdem, walau bertahan dengan memiliki 4 Kursi pada pileg kemarin, namun simbol kekuatan dalam diri Yon Hani tentunya menjadi daya tarik yang menjanjikan diperkuat dengan marketing politic yang menciptakan branding   tokoh muda dan bersih. Sosok Simbol kedua adalah Matius Kitu dengan pendekatan branding yang tak jauh berbeda dengan Yon Hani.

Tiada bermaksud menepikan partai partai yang lain, namun ini kenyataan yang dilihat terutama dalam perbincangan dua bulan belakangan pasca pileg. Beberapa kali survey di sosial media walau tidak kuat secara keilmuan, namun cukup menyita perhatian. Tokoh-tokoh dari partai (Golkar dan Nasdem) ini cukup unggul jauh, dengan Mewakilkan nama Umbu Lili Pekuwali dan Yonathan Hani.

Berangkat dari fakta sederhana inilah, maka pertarungan antara kubu Golkar dan Nasdem adalah pertarungan yang paling ditunggu di 2020, oleh banyak pihak, karena alasan seru semata dan paling menarik di pasaran judi, ibarat Real Madrid dan Barca. Ooppsss.

Golkar dan Nasdem

Tidak Ada Kawan dan Lawan Abadi, yang Ada Hanya Kepentingan. Ungkapan sederhana namun menjadi gambaran umum tentang apa dan bagaimana politik, bila berkaca dari ungkapan tersebut apakah Golkar dan Nasdem bisa berteman di Pilkada 2020?

Bila sedikit melihat ke belakang, ditahun 2018 ketika terjadi Pilkada Serentak di beberapa propinsi termasuk NTT, Golkar dan Nasdem cukup banyak membangun koalisi, dari koalisi-koalisi yang dibangun, kedua partai ini memenangi empat kontestasi politik tersebut. Daerah tersebut Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Timur dan NTT.

Hasil pilpres juga, Golkar dan Nasdem telah membangun Koalisi nasional, ini tentunya akan berpengaruh ke bawah, singkat kata Nasional dan Provinsi telah terjalin, pendapat pribadi saya, di kabupaten peluang tersebut cukup terbuka.

Apabila ini terjadi, tentunya sebuah pertarungan yang sangat sexy, dua kekuatan politik saling berpelukan di Pesta Demokrasi, apalagi bila melihat mesranya hubungan Golkar dan Nasdem di Provinsi. Terlepas desas-desus dinamika pak GBY di Golkar menjadi bumbu-bumbu politik diantara kedua partai ini, saya meyakini keadaan itu tak punya pengaruh yang cukup besar.

Bila koalisi ini terjadi siapakah penantangnya? Pertanyaan yang cukup menarik untuk dijawab, namun saya tidak akan menjawabnya, saya memilih menceritakan obrolan saya dengan salah satu kader partai yang lagi menanjak di Sumba Timur, pertanyaan saya sederhana, bagaimana peluang kalau akhirnya ULP berpasangan dengan Yon Hani atau ULP berpasangan dengan Matius Kitu, dengan santai dia menjawab “Ya sudah, mendingan lawan kotak kosong, toh tir ada guna juga.”

Tentunya melawan kotak kosong bukan hal yang tak memiliki kemungkinan, di TTU (Timor Tengah Utara) telah terjadi dimana Ray Fernades berhasil mengalahkan kotak kosong, dikarenakan berbagai hal tentunya namun realita itu terjadi karena berbagai alasan salah satunya, Ray Fernandes merupakan muara kekuatan politik di kabupaten yang beribukota Kefamenanu tersebut.

Apakah akan terjadi di Sumba Timur, biarlah para netizen yang maha benar dengan dalildalinya menentukan, apakah peluang melawan kota kosong bisa terjadi atau tidak.

Dari ulasan singkat diatas tentunya kita sudah bisa menebak peluang Amoy dalam pilkada 2020, sudah bisa dipastikan tertutup, terlepas sudah memiliki jaringan relawan GaS ko REM! Jadi para pendukung Amoy perlu membangun kampanye yang lebih gencar lagi di sosial media. Semangat Amoy, mari minum teh di pojok.

Kupang. Awal Juli 2019

Komentar

Posting Komentar