Langsung ke konten utama
Dia Cuma bisa duduk terpaku
Di atas bangku tua di taman itu
Dengan Sorot mata hampa layu
Bersandar padat kepulan asap dari cigarette djisamsu
Semenjak dia muda; Sampai beruban
Slalu di taman itu
Duduk merokok sendiri, Menulis di agenda hitam kecil
Merokok lagi, menulis lagi
sesekali terlihat airmatanya jatuh,
Namun cepat-cepat dia membakar cigaretnya lagi
Dan menegadah ke atas,Agar tenang hatinya,
dengan seketika berkurang air matanya
pernah suatu malam
kalau tak salah, hari kamis tanggal 16 semptember
secarik kertas bertulis puisi tertinggal di bangku itu
“ teruntuk M.S.M”
Letih… ku berdiri di bawah terik mentari
Semenjak engkau melangkah menjauh pergi
Hingga rambut ini mulai memutih
Masih… tak kutemui engkau kembali
Letih… hanya saja raga ini b’lumlah mati
Hingga jiwa terus saja meminta tuk menunggumu disini
Sampai engkau hadir…
Sampai larut penantian menjadi bagian dari takdir
Waktu terasa sangat cepat berjalan
Rambutnya semakin banyak beruban
Seiring cigarette yang dia hisap, entah telah berapa ribu bungkus
Untuk tenangkan hatinya sejenak
Dan melanjutkan puisi-puisinya di agenda kecil hitam.
Akhirnya lelaki tua itu sampai pada akhir umur
Mati di bangku tua hanya beralas kemeja putih bergaris biru,
Tangan kanannya memegang erat kalung khas buatan prambanan jogja
Tertera tulisan berinisial U dan N.
Tangan kirinya memeluk hangat agenda hitam kecil
Dengan sedikit oretan yang mulai buram di sampulnya.
“Semuanya untuk dia M.S.M.
Seseorang yang membuatku jatuh cinta tanpa alas an
Seseorang yang melepasku tanpa alas an
Seseorang yang membuatku beertahan tanpa alas an”
21 Agustus
Komentar
Posting Komentar