(Pablo Picasso) |
Setiap senja jatuh ke pangkuan
pegunungan utara, Ia slalu ada mengawal senja, sesekali waktu ia sendiri, namun
sudah hampir seminggu ini ia bersama seorang anak kecil, mereka memandangi
senja, mungkin lautan, entah tentang apa, selanjutnya mereka saling becengkrama
tak peduli dengan alam sekitar, perahu yang hilir mudik, nelayan yang sibuk
menjual ikan atau pasangan muda-mudi yang lagi bermesraan.
Entah alasan apa, menunggu wanita
itu sudah menjadi kebiasaan, awalnya
sebulan lalu kudapati wanita ini, aku tak punya alasan kenapa memilih
memperhatikannya, dari jauh perawakannya, ku tebak berusia tigapuluhan, mungkin
lebih, tipikal wanita yang membuat seseorang cepat simpatik, perlahan ku
dekati, berusaha tanpa ketahuan, ku amati perlahan-lahan, pancaran matanya yang
syahdu penuh misteri, mampu memecah cahaya senja dan membiusku, tanpa sadar
ingin ku masuk ke dalam pancaran itu dan
menyibak misteri yang tersembunyi namun tak berani kudekati lebih, kucukupkan jarak sambil sesekali mencuri
pandang gerak-geriknya. Setelah puas mengamatinya, aku lekas pergi, tak ingin
rasanya di tangkap basah, lagi menyimak prilaku wanita misterius ini.
Lambat laun kebiasaan
mengunjunginya telah berubah menjadi rutinitas, aku sudah mengetahui jadwal
pasti kedatangannya setiap senja akan turun, tanpa harus ku bertanya, aku bisa
menebak warna favoritnya ungu, karena hampir semua baju yang di gunakannya
berwarna ungu, anak kecil yang sering bersamanya bernama Gabriel, mungkin itu
anaknya, dan ia sangat menyukai salah satu band ternama yaitu Geisha, karena
seringkali ku mendengar ia memutar dari handphonenya sambil berkomat kamit,
khususnya lagu yang berjudul ‘lumpuhkan ingatanku’, setiap mendengar lagu itu
ia seperti sekarat, menenggelamkan wajahnya diantara kedua lututnya dan akan terdengar
isak yang panjang lalu terputus-putus.
******
Tepat bulan april,di salah satu
rumah sakit di kota tenggara, telah lahir seorang bayi laki-laki, dengan susah
payah sang ibu, berjuang melewati satu proses dalam hidupnya, maut sepertinya
sangat dekat di depan matanya, teriakan mendentam seluruh ruangan, bulir bulir
keringat membasahi seluruh tubuh wanita yang matanya terpancar cahaya penuh
misteri, dan misteri itu tak pernah diketahui siapapun, termasuk satu setanpun.
Bayi laki-laki itu dinamainya Gabriel
Di luar ruang, bersalin
ketegangan terjadi, kedatangan seorang pria menggemparkan keluarga wanita yang
sedang bertarung dengan kematian.
“ka Askar, kenapa kesini” sambut
seorang anak laki-laki
“itu bukan urusannya kau Lian,
kau tau maksudnya saya kesini!”
Lian pun mendekati dan berusaha
menahan langkah pria yang di panggil Askar
“nanti saja ka Askar datang,
disini terlalu banyak keluarga, tidak enak kalau ada yang ribut”
“stop Lian!, saya tidak mau ada
masalah dengan kau!, saya sudah cukup bersabar selama ini!”
Askar terus melangkah menuju
ruangan bersalin, dimana keluarga Wanita lagi berkumpul, tiba tiba seseorang
pria yang berbadan agak besar menghampiri Askar, tak terkecuali keluarga
lainnya, yang menyambut kedatangannya dengan wajah penuh kebencian
“pak Askar, sebaiknya pak Askar
pulang dulu, di dalam Rani lagi kesusahan, tolong jangan di perparah lagi”
“maksudnya kau apa?!” tantang
Askar
“saya tak bermaksud apa-apa saya
hanya ingin pak Askar, tidak mengacau saja!” balas pria tadi
“persetan dengan kau,memangnya
kau siapa!, Ardi!..kau Cuma sepupunya Rani, tapi saya bapak dari anak
itu!”
Jawaban Askar ternyata langsung
di balas dengan satu pukulan tepat mengenai rahangnya da Askarpun
terhuyung-huyung ke belakang, bebrapa orang yang tadi hanya melihat, langsung
mendekati pria tadi dan menahannya
“kau di kasitau, tapi melawan!”
bentaknya, tapi Askar sepertinya tak peduli, tetap saja ia maju melakangkah
menuju ruangan itu, namun beberapa orang
berusaha menahannya termasuk Lian.
“ka Askar tolong dulu, kasian ka
Rani, dia pasti tidak ingin Ka Askar di perlakukan seperti ini!” mendengar
bahasa itu, tak disadari Askar airmatanya kuyup di pelupuk matanya
“lepas Lian!, saya mau ketemu
Rani!” balas Askar sambil melepaskan tangannya dari dekapan Lian
Namun langkahnya terhenti oleh
beberapa pria yang berdiri menghadanya, termasuk Ardi
“Kau berani maju selangkah saja,
kau habis!” sahut Ardi
“memangnya kalian siapa?!”balas
Askar sengit sambil melangkahkan kakinya, dan langsung, di sambut dengan satu
pukulan tepat dirusuk kanannya, Askar meringis kesakitan, namun tetap
memaksakan diri, kembali lagi Ardi mengirim pukulan tepat di wajahnya, kali ini
pukulan Ardi berhasil menjatuhkan Askar,
namun Askar seolah tak peduli, ia bangkit lagi dan melangkahkan kakinya, dari
bibirnya mengucur darah segar, namun segera di seka dengan tangannya
“Ardi, kalau hanya begitu saja,
saya tak peduli” ujar askar sambil tersenyum sinis, Ardi yang sudah seperti
kesetanan langsung menendang Askar, yang langsung terjerembab, beberapa orang
pria yang menemani Ardi langsung mengangkat kembali tubuh Askar, tapi Askar tak
peduli dengan kesakitannya
“lepas! Saya mau ketemu anaknya
saya “ teriak Askar
“kalian dengar tidak saya mau
ketemu anaknya saya!” teriak Askar lagi
Namun bukanya keadaan membaik,
hanya pukulan Ardi dan beberapa temannya yang menghujam tubuh Askar,
Ternyata keributan itu mengundang
perhatian pengunjung rumah sakit itu, diantara Satpam Rumah sakit tersebut.
“ada apa ini, kalau mau ribut,
jangan disini, tapi disana di luar!” hardik Satpam
“kau mau apa? Saya anggota!”
sergah Ardi, satpam pun tak bisa berkata apa
“arrrggggghhh... persetan dengan
kau! Saya mau ketemu anaknya saya” teriak Askar, yang melepaskan pegangan
beberapa orang, langsung berlari menuju ruangan bersalin, ketika akan membuka
pintu tiba tiba muncul kedua orang tua Rani dari ruang bersalin
“kau mau apa!” sambut mamanya
rani dengan keras, langkah Askarpun terhenti
“ayo jawab, kenapa kau diam!”
“slamat malam om, malam tante...
saya mau...”
“mau apa? cepat omong, kalau kau
sudah selesai boleh pulang, muak saya liat mukanya kau”
Askar seperti kebingungan sesaat,
lalu dengan cepat bersimpuh di bawah kaki wanita paruh baya ini
“apa-apaan ini, Ardi, lian, tarik
ini manusia, saya tidak senang liat mukanya!” sambil berusaha menjauhkan
kakinya dari Askar yang berlutut memohon
“maaf tante, saya mohon, saya
Cuma ingin saya punya istri anak!”
“istri! Coba kau omong ulang!
Istri!”
“kau tidak akan pernah jadi
suaminya Rani, kau ingat itu! Kau lupa anaknya saya sudah PNS, trus kau apa!”
“saya akan berusaha tante, tapi
saya mohon tante, saya mau ketemu dengan mereka berdua” jawab Askar dengan
terisak-isak”
“saya kasih tau kau Askar, kau
Cuma pegawai kontrakan! Dan tidak pantas buat anaknya saya, jangan kau pikir,
dengan status sosial orang tuamu saya langsung gelap mata!”
“kau ingat Askar! Kau bukan
apa-apa!”
Wajah wanita tua itu seperti
ingin menelan bulat-bulat pemuda yang lagi berlutut di depannya ini, namun
pemuda yang di panggil Askar tetap tak bergeming, mereka yang menyaksikan
kejadian itu larut dalam kesedihan yang dirasakan Askar, tak terkecuali Ardi
yang semenjak tadi di penuhi amarah.
“lian, Ardi kenapa kalian diam!
Cepat usir manusia ini!, biar dia pulang kasih tau ke orang tuanya, kejadian
hari ini!”
Lian dan Ardi mendekati Askar
“ka Askar ayo sudah” bujuk Lian
“iya Askar, masih ada waktu lain”
sambung Ardi
“tidak ada waktu lain, sampai
kapanpun, manusia yang tak punya masa depan ini, tak akan pernah menikah dengan
rani!”
“tante saya mohon tante, saya mau
ketemu dengan mereka” Askar memeluk kaki wanita tua itu, dan tak mampu
membendung airmatanya lagi,
“plaaakkk...” tamparan keras
mendarat di wajah Askar
“kau tidak pantas!”
Perlahan lahan Askar berdiri lalu
mengangkat wajahnya, di matanya yang memerah terlihat api kebencian yang
mendalam, raut mukanya benar-benar berubah
“kau ingat perempuan! Kau angkat
menyesal dengan perkataanmu ini”
Dengan penuh kemarahan ia menjauh
dan beranjak pergi namun sebelum itu
“Rani... Raniii.... kau dengar
ini, ini suara dari laki-laki yang menjadi ayah dari anak yang kau kandung,
sampai kapanpun, kau tetap jadi ibu dari anak sulungnya saya, dan dia tetap
jadi anaknya saya, Tuhanpun tak bisa merubah itu!” teriak Askar
“Kau dengar itu Rani!”
Di dalam ruang persalinan, wanita
yang di sebut namanya itu, hanya menahan isaknya, tapi tidak dengan airmatanya,
ia hanya mampu mengingat samar-samar kenangan bersama Askar, pria yang sangat
menginginkan dirinya menjadi ibu dari anak-anaknya.
Semenjak kejadian malam itu Askar
seperti menghilang di telan bumi, desas-desusnya ia telah merantau ke ibukota
mengejar mimpinya sebagai penulis dengan nama pena rafael yang berarti sang
pembawa kesembuhan.
******
Senja datang lagi pada pangkuan
pegunungan, warna api membakar langit kota tenggara, pelabuhanpun terbakar
kepiluan, Gabriel menangis sendirian, aku berlari mendekatinya, tak ada juga
jejak ibunya, hanya handphonenya yang tergeletak di samping anaknya dan
memutarkan lagu itu.
Lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan
tentang dia
Hapuskan memoriku tentang dia
Hilangkanlah ingatanku jika itu
tentang dia
Ku ingin ku lupakannya
Hampir setengah jam aku dan
beberapa orang larut dalam kepanikan, tiba-tiba sesosok wanita berkaos ungu
mengapung di pinggiran dermaga.
Pametikarata, Desember 2014
Tempat kelahiranmu
Komentar
Posting Komentar